Iman yang Tulus dan Bersikap Rendah Hati
Sebagai manusia biasa kita pun bisa jauh dari Tuhan ketika lebih mementingkan citra diri di mata orang lain daripada kebenaran di hadapan Allah. Apa hasilnya? Harta duniawi bersifat sementara dan dapat hilang, sedangkan harta surgawi adalah kekayaan rohani yang abadi dan berharga di mata Tuhan.
Renungan Penyuluh Agama Katolik
Senin, 25 Agustus 2025
Iman yang Tulus dan Bersikap Rendah Hati
Oleh : Christina Angela Girsang, S.Pd
Penyuluh Agama Katolik ASN Kanwil Kemenag Prov. Riau
Salve, Damai Sejahtera untuk kita semua…
Bapak/ibu yang dikasihi Tuhan, dalam injil hari ini Yesus menegur keras orang-orang Farisi dan ahli Taurat karena hidup mereka tidak selaras dengan pengajaran yang mereka sampaikan. Mereka tampak saleh di depan orang lain, tetapi hatinya jauh dari Tuhan. Mereka lebih sibuk menjaga aturan dan penampilan luar, namun lupa pada inti iman: kasih, kerendahan hati, dan kesetiaan kepada Allah. Injil hari ini mengingatkan kita, bahwa sebagai manusia biasa kita pun bisa jatuh dalam sikap serupa ketika lebih mementingkan citra diri di mata orang lain daripada kebenaran di hadapan Allah. Kita bisa saja aktif melayani, tekun dalam doa, atau rajin mengikuti kegiatan rohani, tetapi jika semua itu hanya untuk dipuji, maka kita sedang menutup pintu Kerajaan Allah bagi diri kita sendiri.
Bapak/ibu yang terkasih, hari ini Yesus kembali mengingatkan, bahwa iman sejati tidak diukur dari banyaknya kata-kata indah atau aturan yang kita jaga, tetapi dari hati yang sungguh terbuka bagi Allah dan sesama. Iman sejati selalu menghasilkan buah: kerendahan hati, kejujuran, kasih, dan kesediaan untuk melayani. Dihadapan Tuhan, kita semua sama di mata-Nya tanpa memandang gender, suku, golongan maupun jabatan dalam pekerjaan.
Kita tidak perlu sibuk untuk mencari berbagai pengakuan dari dunia. Cukup setia, tulus, beriman dan lakukan semua yang terbaik. Karena sejatinya, Tuhan lebih mengenal dan memahami apa yang ingin kita perbuat dan niat dalam diri kita. Jika kita melaksanakan berbagai tugas dari rumah maupun tempat kerja dengan hati yang tulus, maka kita pun akan semakin merasakan kedekatan jiwa dengan-Nya. Tiada yang mustahil bagi Tuhan.
Refleksi Pribadi :
- Apakah aku sungguh menjalani imanku dengan hati yang tulus, atau hanya menjaga penampilan agar dilihat baik oleh orang lain?
- Apakah sikap hidupku saat menolong orang lain, membuatku semakin dekat dengan Tuhan, atau justru menjadi batu sandungan bagi mereka?
- Renungkanlah, apa saja tindakan yang sudah dilakukan untuk melayani sesama, dengan tulus tanpa mengharapkan pujian dari orang lain?